Rabu, 19 Juli 2017

Neve a Milano [Part 2: Badai]

Badai salju membuat suasana rumah ini semakin dingin. Tangisan Rosa masih belum terhenti, kami hanya terpaku dalam diam. Walaupun aku seorang polisi, tapi di wilayah asing seperti ini, aku tidak boleh bertindak sembarangan. Freddo sudah melaporkan pada polisi setempat lewat telepon, tetapi mereka baru bisa datang setelah badai salju reda.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk memulai investigasiku sendiri sebelum polisi setempat datang. Kulihat kondisi tubuh korban, luka bekas pukulan benda tumpul di bagian kepala korban, mungkin dipukul lebih dari satu kali. Darah menggenang di sekitar kepala korban. Selain itu tak ada bekas kekerasan lainnya. Korban memakai kemeja putih yang tampak kusut, celana hitam, dan tak tercium bau parfum apapun.
Kondisi ruangan korban, diatas meja kerja terdapat kertas-kertas yang berisi tulisan korban, mungkin novel terbarunya. Di sebelah kanannya ada pena yang digunakan untuk menulis. Suatu hal yang aneh adalah lapisan kaca dibawah kertas kertas itu pecah, apakah terjadi perkelahian? Entahlah. Selain di dekat tubuh korban, bercak darah ada di kertas, dan di dekat pemanas ruangan. Pemanas ruangan disetel maksimal, mungkin ini yang menyebabkan ruangan ini terasa panas, bukan lagi hangat walaupun ini musim dingin. Benda-benda yang ada di dalam ruangan tidak terlalu banyak, hanya meja kerja, meja kecil, mungkin digunakan untuk meletakan makanan dan ada juga lemari buku. Di atas meja kecil masih ada secangkir kopi yang masih utuh, dan piring yang sudah kosong. Sementara di ruangan sebelahnya hanya terdapat sofa dan meja yang biasa digunakan untuk pertemuan dengan tamu korban. Ruangan ini langsung terhubung dengan kamar pribadi korban. Pintu kamar tidak tertutup sempurna.
Setelah mendapat ijin dari Freddo, aku diperbolehkan untuk melihat kamar korban. Telepon pintar berada di atas kasur, dan kondisi kamar terlihat rapi. Kamar mandi korban yang berada di dalam kamar sama sekali tidak mencurigakan. Lemari pakaian masih rapi, bahkan handuk masih di tempatnya. Tapi aku merasa ada yang aneh dengan ini semua, dan aku tidak tahu apa itu.
Setelah berputar-putar mencari apapun yang bisa ku dapatkan, aku kembali lagi ke ruangan utama. Tak kutemukan alat yang digunakan untuk membunuh di sekitar rumah. Ku lihat mereka masih diam, sulit menggambarkan keadaan saat itu, badai semakin membuat suasana tak karuan.
“Mr.Martello bolehkah saya menanyakan beberapa hal kepada orang-orang yang berada disini?”
“Apa yang ingin anda tanyakan?”
“Tapi aku ingin melakukannya secara terpisah, apakah bisa?”
“Apa maksud anda? Apakah anda mencurigai diantara kami ada yang membunuh Mr.Rozelly?” Ahh... sial, dia terlihat marah karena pertanyaanku.
“Bukan begitu Mr.Martello, aku hanya ingin membantu polisi yang akan datang kesini nanti, mungkin dengan mendapatkan informasi dari orang-orang terdekat, kasus ini akan cepat terungkap.”
“Aku setuju dengan omonganmu Mr.Liman, pembunuh ayahku harus terungap!” Rosa yang sedari tadi menangis bangkit, ekspresi yang muncul adalah antara marah dan sedih, aku merasa kasihan padanya.
Interogasi dimulai, kami menggunakan kamar tamu untuk melakukannya.
Orang pertama, Pietro Bianco, 42 tahun, 195cm, 90kg, security.
“ Maaf membuat anda tidak nyaman Mr. Bianco.”
“Tidak apa-apa, lakukan dengan cepat! Aku tidak suka dengan hal-hal seperti ini.”
“Baiklah, sebelumnya saya ingin bertanya apa pekerjaan anda di rumah ini?”
“Security. Tapi saat ini aku juga jadi pelayan.”
“Apa yang biasanya anda lakukan sebagai security?”
“Mengecek halaman, menjaga gerbang, hanya itu.”
“Lalu maksud anda menjadi pelayan?”
“Karena pelayan yang ada disini masih cuti, jadi aku ikut menggantikan pekerjaannya.”
“Oh begitu. Lalu apa yang anda lakukan hari ini?”
“Seperti biasa, duduk di ruanganku di depan sana.”
“Baiklah, maksudku tadi pagi, dari jam 6 sampai jam 10 apa yang anda lakukan?”
“Sampai jam 7 aku di ruanganku, lalu aku membersihkan halaman belakang mungkin sampai jam 8 lebih karena ada pot bunga yang pecah, setelah itu aku mandi. Mungkin sekitar jam 9 aku sudah di ruanganku lagi.”
“Ya aku bisa mengkonfirmasi alibimu saat itu, saat aku sampai sini jam 9. Selanjutnya apa yang anda lakukan?”
“Setelah keluar dari ruang utama aku ke ruanganku sampai Mrs.Sima datang, aku mengantar dia dan kembali lagi, selanjutnya aku ke ruang utama karena ada badai.”
“Menurut anda, orang seperti apa Mr.Rozelly itu?”
“Dia orang baik, hanya saja dia punya skandal dengan dokter pribadinya yang lama.”
“Skandal? Maksudnya?”
“Ya, mereka sering pergi berdua bahkan ke luar negeri, awalnya terlihat wajar, tetapi kurasa mereka sudah melakukan banyak hal, kau tau kan hahaha...”
“Ya, ya... akan kucatat. Kapan terakhir kali anda melihat korban?”
“Pagi tadi sebelum aku ke halaman belakang, aku melihatnya di ruang kerja dari ruanganku, mungkin jam setengah 7.”
“Bagaimana proses anda menemukan korban? Bukankah tadi ruangannya terkunci?
“Ahh saat aku mencari dia, ruangan itu memang tertutup, tapi tidak terkunci. Jadi langsung saja bisa kubuka.”
“Lalu apakah korban memiliki musuh? Atau orang yang dendam kepadanya?”
“Hahaha... orang yang tidak menyukainya pasti banyak. Tapi yang berpikir untuk membunuhnya mungkin tidak ada di rumah ini.”
“Baiklah, sepertinya sudah lengkap. Boleh aku menanyakan beberapa hal tentang 3 orang lainnya?”
“Apa yang ingin kau tahu?”
“Tolong ceritakan apapun yang kau tahu tentang Rosa, Mr.Martello dan Mrs.Sima.”
Pietro menceritakan beberapa hal mengenai 3 orang lainnya. Rosa adalah anak tunggal Mr.Rozelly, ibunya meninggal saat dia masih kecil. Ayahnya sangat menyayangi Rosa, tetapi beberapa bulan yang lalu mereka bertengkar karena Mr.Rozelly tidak suka pada pacar Rosa. Selanjutnya Pietro menceritakan tentang Freddo, tampaknya mereka berdua memang ada masalah pribadi, menurutnya Freddo adalah penjilat. Mengenai Jene Sima, dia tidak tahu apapun karena baru bertemu.
Orang kedua, Freddo Martello, 36 tahun, 180cm, 70kg, kepala pelayan.
 “Maaf mengganggu anda Mr.Martello, saya hanya...”
“Langsung saja, apa yang ingin anda tahu dariku?” Dia tampak tidak suka.
“Baiklah, pertama saya ingin tahu pekerjaan anda di rumah ini.”
“Saya adalah kepala pelayan, seharusnya masih ada pelayan lain di rumah ini, tapi dia sedang cuti sampai minggu depan.”
“Apa yang anda lakukan sebagai kepala pelayan?”
“Seperti biasa, aku membuat daftar pekerjaan untuk pelayan lain.”
“Termasuk Pietro?”
“Ya, karena kami kekurangan pelayan untuk saat ini, aku dan Pietro juga bekerja ekstra, tadi pagi aku memasak dan dia membersihkan halaman belakang.”
“Anda yang memasak? Apa anda juga yang menyajikannya makanan di ruangan korban?”
“Ya, aku menyajikan roti dan cappucinno di ruang kerja tadi pagi jam 07.30.”
“Bisa ceritakan kegiatan anda pagi ini?”
“Jam 5 aku membersihkan ruangan di lantai 1, lalu aku membuat roti dan minuman untuk Mr.Rozelly, kuantar jam 07.30, selanjutnya aku membersihkan perpustakan di lantai 2, setelah selesai aku kembali ke kamarku dan selanjutnya aku bertemu anda.”
“Baik, saya catat semuanya. Menurut anda, korban itu orang seperti apa?”
“Dia orang yang baik, memberi saya pekerjaan ini disaat saya tidak punya apa-apa. Sampai sekarang aku tidak mengerti, kenapa ada orang yang membunuhnya.”
“Apakah anda pikir ada yang menyimpan dendam padanya?”
“Beberapa bulan yang lalu Rosa bertengkar dengan Mr.Rozelly, mungkin karena pacarnya, tapi tidak mungkin karena hal itu dia membunuh ayahnya sendiri. Oh iya, mungkin Pietro! Dia dulunya adalah penulis, karena gagal bersinar sebagai penulis lalu dia bekerja seperti sekarang. Kalau gosip itu benar, salah satu novel yang terkenal sebenarnya ditulis oleh Pietro.” Cukup mengejutkan.
“Lalu saya ingin bertanya tentang dokter pribadi korban.”
“Mrs.Sima? Aku tidak mengenalnya, dia baru saja akan kami wawancara sebagai dokter pribadi yang baru, bahkan aku mendapatkan kontaknya dari media sosial.”
“Lalu bagaimana dengan dokter yang lama?”
“Dia sudah berhenti sebulan yang lalu, ada masalah lalu berhenti.”
“Masalah?”
“Aku juga tidak tahu.”
“Ku kira cukup, terimakasih Mr.Martello.”
Sampai saat ini, ada banyak hal yang mengganggu pikiranku. Tapi tak ada yang bisa menjelaskan bagaimana korban bisa terbunuh, oleh siapa, dan apa motif yang sebenarnya.
Orang Ketiga, Jene Sima, 25 tahun, 165cm, 50kg, dokter.
“Selamat siang Mr.Liman, apa yang bisa kubantu?”
“Selamat siang Mrs.Sima, sedikit yang ingin saya tanyakan pada anda.”
“Baik, apa itu?”
“Mungkin saya butuh informasi mengenai identitas anda.”
“Oh, namaku Jene Sima, panggil saja Jene. Sepertinya kita dari tempat yang sama Mr.Liman. Aku bukan orang Italia, apa kau tidak menyadarinya?”
“Benarkah? Kukira hanya wajahmu yang terlihat tidak asing, ternyata memang kau juga berasal dari sana. Kau dokter baru disini?”
“Ya, aku baru saja dihubungi oleh kepala pelayan untuk datang kemari jam 10 untuk melakukan wawancara.”
“Apa sebelumnya kau mengenal orang-orang di rumah ini?”
“Tidak. Tak satupun.”
“Okee, mungkin sudah cukup denganmu.”
“Kau tidak ingin membahas tentang mayat korban?”
“Maksudmu?”
“Aku ini dokter, ka tahu kan?”
“Ah, baiklah. Apa yang ingin kau bicarakan tentang mayat korban?”
“Baiklah, menurutmu kapan korban terbunuh Mr.Liman?”
“Mungkin sekitar kurang dari satu jam sebelum kita temukan mayatnya, sekitar jam 9 sampai 09.30.”
“Kau yakin? Tapi aku menemukan kekakuan di tubuh korban.”
“Rigor Mortis?”
“Ya.”
Semakin aku memikirkan kasus ini, semakin membuatku tidak bisa menerimanya. Aku melihat korban sekitar jam 9, lalu dia mandi. Satu jam kemudian dia sudah meninggal, tapi tanda-tanda kekakuan pada mayat sudah muncul. Apa yang terjadi? Sial.
Orang Terakhir, Rosa deSpine, 18 tahun, 170cm, 55kg, anak korban.
“Maaf nona, aku ingin menanyakan beberapa hal.”
“Ya, aku juga ingin mengungkap kasus ini.”
“Yang pertama, apakah ayah anda memiliki musuh?”
“Semua orang yang ada di rumah ini adalah musuh ayahku!”
“Kenapa?”
“Pietro, dia menyimpan dendam karena novel ayahku.”
“Ya aku sudah mendengar cerita itu dari Mr.Martello.”
“Kau percaya pada Freddo? Dia lebih buruk.”
“Apa maksudmu nona?”
“Freddo pernah memiliki kekasih, tapi dia dicampakan karena ayahku.”
“Bagaimana dengan dokter pribadi yang lama?”
“Dokter? Dia hanya wanita penggoda, bahkan dia minta untuk menikah dengan ayahku. Kudengar dia dan ayahku bertengkar setelah mereka kembali dari liburan beberapa bulan yang lalu. Mungkin dia hamil.”
“Baiklah, cukup untuk itu. Selanjutnya, apa yang anda lakukan pagi ini?”
“Kau tahu lah, aku melakukan siaran online di BegoLive.”
“Jam berapa?
“Dari jam 7 sampai jam 09.30 mungkin, karena di ruang utama kalian sangat ribut, aku menghentikan siaranku.”
“Baiklah nona, sepertinya cukup.”
“Ya. Mr.Liman... Tolong ungkap kasus ini, walaupun aku tidak mengenalmu, tapi aku yakin kau orang yang bisa diandalkan.”
“Ya. Terimakasih nona.”
Semua yang terjadi sudah kucatat, bahkan denah rumah sudah kubuat. Tapi masih banyak hal yang belum tersusun dengan benar. Aku akan melihat TKP lagi.

Kulihat tubuh korban masih tetap di tempatnya, ceceran darah masih menyisakan teka-teki. Di meja kerja korban tak ada bukti baru yang bisa ku temukan, kulihat di meja lainnya, cappucinno yang masih utuh dan piring kosong. Di depan pemanas ruangan ada noda darah, dan... Apa ini? Tumpahan air? Selain noda darah juga bekas tumpahan air, atau jangan-jangan... Kulihat di piring, ternyata ada! Aku sudah mengerti semuanya.

Sebelumnya...                                                                                                             Selanjutnya...

1 komentar:

Pengetahuan Seputar Investigasi #2

21. Safety pada pistol jenis tokalev akan terpasang bila pemicu di tekan perlahan lalu berhenti di tengah tengah. 22. Bila seseorg tidak...