Badai salju membuat suasana
rumah ini semakin dingin. Tangisan Rosa masih belum terhenti, kami hanya
terpaku dalam diam. Walaupun aku seorang polisi, tapi di wilayah asing seperti
ini, aku tidak boleh bertindak sembarangan. Freddo sudah melaporkan pada polisi
setempat lewat telepon, tetapi mereka baru bisa datang setelah badai salju
reda.
Akhirnya
aku memberanikan diri untuk memulai investigasiku sendiri sebelum polisi
setempat datang. Kulihat kondisi tubuh korban, luka bekas pukulan benda tumpul
di bagian kepala korban, mungkin dipukul lebih dari satu kali. Darah menggenang
di sekitar kepala korban. Selain itu tak ada bekas kekerasan lainnya. Korban
memakai kemeja putih yang tampak kusut, celana hitam, dan tak tercium bau
parfum apapun.
Kondisi
ruangan korban, diatas meja kerja terdapat kertas-kertas yang berisi tulisan
korban, mungkin novel terbarunya. Di sebelah kanannya ada pena yang digunakan
untuk menulis. Suatu hal yang aneh adalah lapisan kaca dibawah kertas kertas
itu pecah, apakah terjadi perkelahian? Entahlah. Selain di dekat tubuh korban,
bercak darah ada di kertas, dan di dekat pemanas ruangan. Pemanas ruangan
disetel maksimal, mungkin ini yang menyebabkan ruangan ini terasa panas, bukan
lagi hangat walaupun ini musim dingin. Benda-benda yang ada di dalam ruangan
tidak terlalu banyak, hanya meja kerja, meja kecil, mungkin digunakan untuk
meletakan makanan dan ada juga lemari buku. Di atas meja kecil masih ada
secangkir kopi yang masih utuh, dan piring yang sudah kosong. Sementara di
ruangan sebelahnya hanya terdapat sofa dan meja yang biasa digunakan untuk
pertemuan dengan tamu korban. Ruangan ini langsung terhubung dengan kamar
pribadi korban. Pintu kamar tidak tertutup sempurna.
Setelah
mendapat ijin dari Freddo, aku diperbolehkan untuk melihat kamar korban. Telepon
pintar berada di atas kasur, dan kondisi kamar terlihat rapi. Kamar mandi
korban yang berada di dalam kamar sama sekali tidak mencurigakan. Lemari
pakaian masih rapi, bahkan handuk masih di tempatnya. Tapi aku merasa ada yang
aneh dengan ini semua, dan aku tidak tahu apa itu.
Setelah
berputar-putar mencari apapun yang bisa ku dapatkan, aku kembali lagi ke
ruangan utama. Tak kutemukan alat yang digunakan untuk membunuh di sekitar
rumah. Ku lihat mereka masih diam, sulit menggambarkan keadaan saat itu, badai
semakin membuat suasana tak karuan.
“Mr.Martello bolehkah saya menanyakan beberapa hal
kepada orang-orang yang berada disini?”
“Apa yang ingin anda tanyakan?”
“Tapi aku ingin melakukannya secara terpisah, apakah
bisa?”
“Apa maksud anda? Apakah anda mencurigai diantara
kami ada yang membunuh Mr.Rozelly?” Ahh... sial, dia terlihat marah karena
pertanyaanku.
“Bukan begitu Mr.Martello, aku hanya ingin membantu
polisi yang akan datang kesini nanti, mungkin dengan mendapatkan informasi dari
orang-orang terdekat, kasus ini akan cepat terungkap.”
“Aku
setuju dengan omonganmu Mr.Liman, pembunuh ayahku harus terungap!” Rosa yang
sedari tadi menangis bangkit, ekspresi yang muncul adalah antara marah dan
sedih, aku merasa kasihan padanya.
Interogasi dimulai, kami
menggunakan kamar tamu untuk melakukannya.
Orang pertama, Pietro
Bianco, 42 tahun, 195cm, 90kg, security.
“ Maaf membuat anda
tidak nyaman Mr. Bianco.”
“Tidak apa-apa, lakukan
dengan cepat! Aku tidak suka dengan hal-hal seperti ini.”
“Baiklah, sebelumnya saya
ingin bertanya apa pekerjaan anda di rumah ini?”
“Security. Tapi saat
ini aku juga jadi pelayan.”
“Apa yang biasanya anda
lakukan sebagai security?”
“Mengecek halaman,
menjaga gerbang, hanya itu.”
“Lalu maksud anda
menjadi pelayan?”
“Karena pelayan yang
ada disini masih cuti, jadi aku ikut menggantikan pekerjaannya.”
“Oh begitu. Lalu apa
yang anda lakukan hari ini?”
“Seperti biasa, duduk
di ruanganku di depan sana.”
“Baiklah, maksudku tadi
pagi, dari jam 6 sampai jam 10 apa yang anda lakukan?”
“Sampai jam 7 aku di ruanganku, lalu aku
membersihkan halaman belakang mungkin sampai jam 8 lebih karena ada pot bunga
yang pecah, setelah itu aku mandi. Mungkin sekitar jam 9 aku sudah di ruanganku
lagi.”
“Ya aku bisa mengkonfirmasi alibimu saat itu, saat
aku sampai sini jam 9. Selanjutnya apa yang anda lakukan?”
“Setelah keluar dari ruang utama aku ke ruanganku
sampai Mrs.Sima datang, aku mengantar dia dan kembali lagi, selanjutnya aku ke
ruang utama karena ada badai.”
“Menurut anda, orang seperti apa Mr.Rozelly itu?”
“Dia orang baik, hanya saja dia punya skandal dengan
dokter pribadinya yang lama.”
“Skandal? Maksudnya?”
“Ya, mereka sering pergi berdua bahkan ke luar
negeri, awalnya terlihat wajar, tetapi kurasa mereka sudah melakukan banyak
hal, kau tau kan hahaha...”
“Ya, ya... akan kucatat. Kapan terakhir kali anda
melihat korban?”
“Pagi tadi sebelum aku ke halaman belakang, aku
melihatnya di ruang kerja dari ruanganku, mungkin jam setengah 7.”
“Bagaimana proses anda menemukan korban? Bukankah
tadi ruangannya terkunci?
“Ahh saat aku mencari dia, ruangan itu memang
tertutup, tapi tidak terkunci. Jadi langsung saja bisa kubuka.”
“Lalu apakah korban memiliki musuh? Atau orang yang
dendam kepadanya?”
“Hahaha... orang yang tidak menyukainya pasti
banyak. Tapi yang berpikir untuk membunuhnya mungkin tidak ada di rumah ini.”
“Baiklah, sepertinya sudah lengkap. Boleh aku
menanyakan beberapa hal tentang 3 orang lainnya?”
“Apa yang ingin kau tahu?”
“Tolong ceritakan apapun yang kau tahu tentang Rosa,
Mr.Martello dan Mrs.Sima.”
Pietro
menceritakan beberapa hal mengenai 3 orang lainnya. Rosa adalah anak tunggal
Mr.Rozelly, ibunya meninggal saat dia masih kecil. Ayahnya sangat menyayangi
Rosa, tetapi beberapa bulan yang lalu mereka bertengkar karena Mr.Rozelly tidak
suka pada pacar Rosa. Selanjutnya Pietro menceritakan tentang Freddo, tampaknya
mereka berdua memang ada masalah pribadi, menurutnya Freddo adalah penjilat.
Mengenai Jene Sima, dia tidak tahu apapun karena baru bertemu.
Orang kedua, Freddo
Martello, 36 tahun, 180cm, 70kg, kepala pelayan.
“Maaf mengganggu anda Mr.Martello, saya
hanya...”
“Langsung saja, apa
yang ingin anda tahu dariku?” Dia tampak tidak suka.
“Baiklah, pertama saya
ingin tahu pekerjaan anda di rumah ini.”
“Saya adalah kepala pelayan, seharusnya masih ada pelayan
lain di rumah ini, tapi dia sedang cuti sampai minggu depan.”
“Apa
yang anda lakukan sebagai kepala pelayan?”
“Seperti
biasa, aku membuat daftar pekerjaan untuk pelayan lain.”
“Termasuk
Pietro?”
“Ya, karena kami kekurangan pelayan untuk saat ini,
aku dan Pietro juga bekerja ekstra, tadi pagi aku memasak dan dia membersihkan
halaman belakang.”
“Anda yang memasak? Apa anda juga yang menyajikannya
makanan di ruangan korban?”
“Ya,
aku menyajikan roti dan cappucinno di ruang kerja tadi pagi jam 07.30.”
“Bisa
ceritakan kegiatan anda pagi ini?”
“Jam 5 aku membersihkan ruangan di lantai 1, lalu
aku membuat roti dan minuman untuk Mr.Rozelly, kuantar jam 07.30, selanjutnya
aku membersihkan perpustakan di lantai 2, setelah selesai aku kembali ke kamarku
dan selanjutnya aku bertemu anda.”
“Baik,
saya catat semuanya. Menurut anda, korban itu orang seperti apa?”
“Dia orang yang baik, memberi saya pekerjaan ini
disaat saya tidak punya apa-apa. Sampai sekarang aku tidak mengerti, kenapa ada
orang yang membunuhnya.”
“Apakah anda pikir ada yang menyimpan dendam
padanya?”
“Beberapa bulan yang lalu Rosa bertengkar dengan
Mr.Rozelly, mungkin karena pacarnya, tapi tidak mungkin karena hal itu dia
membunuh ayahnya sendiri. Oh iya, mungkin Pietro! Dia dulunya adalah penulis,
karena gagal bersinar sebagai penulis lalu dia bekerja seperti sekarang. Kalau
gosip itu benar, salah satu novel yang terkenal sebenarnya ditulis oleh
Pietro.” Cukup mengejutkan.
“Lalu saya ingin bertanya tentang dokter pribadi
korban.”
“Mrs.Sima? Aku tidak mengenalnya, dia baru saja akan
kami wawancara sebagai dokter pribadi yang baru, bahkan aku mendapatkan
kontaknya dari media sosial.”
“Lalu bagaimana dengan dokter yang lama?”
“Dia sudah berhenti sebulan yang lalu, ada masalah
lalu berhenti.”
“Masalah?”
“Aku juga tidak tahu.”
“Ku kira cukup, terimakasih Mr.Martello.”
Sampai
saat ini, ada banyak hal yang mengganggu pikiranku. Tapi tak ada yang bisa
menjelaskan bagaimana korban bisa terbunuh, oleh siapa, dan apa motif yang
sebenarnya.
Orang Ketiga, Jene
Sima, 25 tahun, 165cm, 50kg, dokter.
“Selamat siang
Mr.Liman, apa yang bisa kubantu?”
“Selamat siang
Mrs.Sima, sedikit yang ingin saya tanyakan pada anda.”
“Baik, apa itu?”
“Mungkin saya butuh
informasi mengenai identitas anda.”
“Oh, namaku Jene Sima, panggil saja Jene. Sepertinya
kita dari tempat yang sama Mr.Liman. Aku bukan orang Italia, apa kau tidak
menyadarinya?”
“Benarkah? Kukira hanya wajahmu yang terlihat tidak
asing, ternyata memang kau juga berasal dari sana. Kau dokter baru disini?”
“Ya, aku baru saja dihubungi oleh kepala pelayan
untuk datang kemari jam 10 untuk melakukan wawancara.”
“Apa sebelumnya kau mengenal orang-orang di rumah
ini?”
“Tidak. Tak satupun.”
“Okee, mungkin sudah cukup denganmu.”
“Kau tidak ingin membahas tentang mayat korban?”
“Maksudmu?”
“Aku ini dokter, ka tahu kan?”
“Ah, baiklah. Apa yang ingin kau bicarakan tentang
mayat korban?”
“Baiklah, menurutmu kapan korban terbunuh Mr.Liman?”
“Mungkin sekitar kurang dari satu jam sebelum kita
temukan mayatnya, sekitar jam 9 sampai 09.30.”
“Kau yakin? Tapi aku menemukan kekakuan di tubuh
korban.”
“Rigor Mortis?”
“Ya.”
Semakin aku memikirkan
kasus ini, semakin membuatku tidak bisa menerimanya. Aku melihat korban sekitar
jam 9, lalu dia mandi. Satu jam kemudian dia sudah meninggal, tapi tanda-tanda
kekakuan pada mayat sudah muncul. Apa yang terjadi? Sial.
Orang Terakhir, Rosa
deSpine, 18 tahun, 170cm, 55kg, anak korban.
“Maaf nona, aku ingin
menanyakan beberapa hal.”
“Ya, aku juga ingin
mengungkap kasus ini.”
“Yang pertama, apakah
ayah anda memiliki musuh?”
“Semua orang yang ada
di rumah ini adalah musuh ayahku!”
“Kenapa?”
“Pietro, dia menyimpan dendam karena novel ayahku.”
“Ya aku sudah mendengar cerita itu dari
Mr.Martello.”
“Kau percaya pada Freddo? Dia lebih buruk.”
“Apa maksudmu nona?”
“Freddo pernah memiliki kekasih, tapi dia dicampakan
karena ayahku.”
“Bagaimana dengan dokter pribadi yang lama?”
“Dokter? Dia hanya wanita penggoda, bahkan dia minta
untuk menikah dengan ayahku. Kudengar dia dan ayahku bertengkar setelah mereka
kembali dari liburan beberapa bulan yang lalu. Mungkin dia hamil.”
“Baiklah, cukup untuk itu. Selanjutnya, apa yang
anda lakukan pagi ini?”
“Kau tahu lah, aku melakukan siaran online di
BegoLive.”
“Jam berapa?
“Dari jam 7 sampai jam 09.30 mungkin, karena di
ruang utama kalian sangat ribut, aku menghentikan siaranku.”
“Baiklah nona, sepertinya cukup.”
“Ya. Mr.Liman... Tolong ungkap kasus ini, walaupun
aku tidak mengenalmu, tapi aku yakin kau orang yang bisa diandalkan.”
“Ya. Terimakasih nona.”
Semua yang terjadi
sudah kucatat, bahkan denah rumah sudah kubuat. Tapi masih banyak hal yang
belum tersusun dengan benar. Aku akan melihat TKP lagi.
Kulihat tubuh korban
masih tetap di tempatnya, ceceran darah masih menyisakan teka-teki. Di meja
kerja korban tak ada bukti baru yang bisa ku temukan, kulihat di meja lainnya, cappucinno
yang masih utuh dan piring kosong. Di depan pemanas ruangan ada noda darah,
dan... Apa ini? Tumpahan air? Selain noda darah juga bekas tumpahan air, atau
jangan-jangan... Kulihat di piring, ternyata ada! Aku sudah mengerti semuanya.
Siapakah pembunuhnya?
BalasHapusDarimana Jene Sima berasal?